Senin, 28 April 2014

Toba Bara Sejahtra

Analisis Saham Independen


Posted: 27 Apr 2014 05:08 AM PDT
Toba Bara Sejahtra (TOBA) menjadi perusahaan batubara pertama di BEI yang sudah merilis laporan keuangan untuk periode Kuartal I 2014, dan perolehan labanya yang mencapai US$ 7.7 juta (setara Rp85 milyar, laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk) menyebabkan sahamnya menjadi terlalu menarik untuk diabaikan, karena laba tersebut tumbuh dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun 2013, dan karena dengan perolehan labanya tersebut, TOBA kini mencatat ROE 27.6%, cukup tinggi untuk ukuran saham yang saat ini hanya dihargai pada valuasi PBV 1.3 kali.


TOBA merupakan perusahaan pemilik tiga tambang batubara yang kesemuanya berlokasi di Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 2013, perusahaan memproduksi total 6.5 juta ton batubara, sehingga tergolong perusahaan batubara kelas menengah. TOBA didirikan oleh salah seorang tokoh militer Indonesia, yakni Jenderal Purn. Luhut Pandjaitan, yang pada tahun 2004 terjun ke bidang usaha dengan mendirikan Grup Toba Sejahtra, yang kemudian menjadi induk dari beberapa perusahaan di bidang tambang batubara (TOBA), minyak dan gas, perkebunan kelapa sawit, dan pembangkit tenaga listrik. However, dari sekian banyak perusahaan tersebut hanya TOBA yang kemudian listing di bursa.

Diluar tambang batubara, perusahaan juga memiliki satu bidang perkebunan kelapa sawit yang juga berlokasi di Kalimantan Timur, dengan luas konsesi 8,600 hektar. Namun perkebunan kelapa sawit ini mungkin baru akan berkontribusi terhadap pendapatan TOBA dalam waktu 2 – 3 tahun mendatang, karena pada saat ini perkebunan tersebut masih dalam proses penanaman (planting).

Perkembangan kinerja perusahaan sejak beroperasi pada tahun 2007 terbilang menarik. Pada tahun 2007, TOBA mengoperasikan tambang batubara pertamanya yang dipegang melalui anak usahanya, Indomining, dan ketika itu hanya menghasilkan pendapatan sebesar US$ 5 juta. Tahun 2008, perusahaan menambah satu lagi tambang batubaranya sehingga volume produksinya mulai naik signifikan menjadi 800 ribu ton, dan alhasil pendapatannya naik tajam menjadi US$ 49 juta. Pada tahun 2011 TOBA membuka tambang batubara ketiganya, sementara dua tambang yang sudah beroperasi sebelumnya juga sudah mulai memproduksi batubara secara maksimal, sehingga pada tahun tersebut perusahaan total memproduksi 5.2 juta ton batubara. Dan didorong dengan kenaikan harga batubara yang ketika itu mencapai US$ 120 per ton, TOBA sukses meraup pendapatan US$ 498 juta, sementara laba bersihnya sendiri tercatat US$ 58 juta. Pencapaian ini terbilang luar biasa, mengingat posisi ekuitas/modal bersih TOBA ketika itu cuma US$ 59 juta, sehingga ROE-nya mencapai hampir 100%. Kemungkinan pencapaian ini pula yang menyebabkan Bapak Luhut jadi punya banyak duit dan mulai aktif lagi di politik dengan mendukung Jokowi sebagai capres.

Sayangnya memasuki tahun 2012 harga batubara mulai turun, dan alhasil laba TOBA terjun bebas menjadi hanya US$ 3.2 juta yang terutama disebabkan oleh besarnya biaya produksi, karena perusahaan masih dalam tahap pembangunan berbagai infrastruktur untuk efisiensi kinerja. Pada tahun 2013 harga batubara masih turun, namun kenaikan produksi yang signifikan menjadi 6.5 juta ton (dibanding 5.6 juta ton di tahun 2012), plus selesainya pembangunan beberapa infrastruktur seperti hauling road, second underpass, dan bengkel alat-alat berat di lokasi tambang, menyebabkan kinerja perusahaan menjadi lebih efisien dan alhasil laba TOBA kembali naik menjadi US$ 18.5 juta.

Dan pada tahun 2014 ini, harga batubara mulai naik menjadi sekitar US$ 85 per ton, dari sebelumnya US$ 67 – 70 per ton di tahun 2013. Karena disisi lain volume produksi batubara milik TOBA masih naik terus (targetnya 7.5 juta ton untuk tahun 2014), maka jadilah laba perusahaan kembali melonjak, meski belum mampu untuk menembus rekor laba bersih di tahun 2011 (jika disetahunkan, laba TOBA di 2014 adalah sekitar US$ 31 juta). Namun yang menarik adalah, pada saat ini TOBA tengah mengerjakan satu lagi proyek infrastruktur yakni coal processing plant, yang sekali lagi diharapkan akan menekan biaya produksi perusahaan. Proyek ini akan selesai dan mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2014.

Jika dibahas secara poin per poin, berikut ini adalah analisis mengapa TOBA ini menarik untuk dikoleksi:

  1. Yang pertama tentu saja valuasinya yang rendah. Pada harga saham 800, PBV-nya tercatat 1.3 kali (hanya memperhitungkan ekuitas milik pemegang saham, diluar kepentingan non-pengendali), dan ini merupakan salah satu yang terendah di sektor batubara. Jika mempertimbangkan ROE-nya yang mencapai 27.6%, yang kemungkinan bisa lebih tinggi lagi jika trend harga batubara terus menanjak seperti sekarang selain karena peningkatan efisiensi kinerja, maka pada tahun depan nilai ekuitas perusahaan akan meningkat tajam sehingga PBV-nya akan menjadi kurang dari 1 kali.
  2. Selama harga batubara stabil maka pendapatan perusahaan akan aman hingga setidaknya sepuluh tahun kedepan, karena jumlah cadangan batubara terbukti yang dimiliki perusahaan masih cukup hingga tahun 2023. Tapi memang kalau yang ini sih, rata-rata perusahaan batubara lainnya juga masih punya cadangan batubara yang melimpah.
  3. Tidak seperti beberapa perusahaan batubara besar yang terlilit utang, neraca TOBA relatif bersih dari utang, kecuali utang bank sebesar US$ 47 juta, itupun jumlahnya terus turun.
  4. TOBA terbilang royal dalam membagikan dividen, dimana untuk tahun buku 2012 lalu perusahaan membayar dividen US$ 0.0028 atau Rp31 per saham, yang merupakan 87.5% laba bersihnya. TOBA bisa menghabiskan hampir seluruh laba bersihnya sebagai dividen karena perusahaan memang nggak punya rencana ekspansi apapun, kecuali terus meningkatkan produksi serta efisiensi dari tambang-tambang batubara yang sudah ada. Mengingat pada tahun 2013 laba TOBA naik menjadi US$ 0.0092 per saham, maka 87.5%-nya adalah US$ 0.0081, atau setara dengan Rp89 per saham. Itu adalah jumlah yang besar mengingat harga sahamnya saat ini cuma Rp800, dan untuk tahun buku 2014 mendatang dividen tersebut seharusnya akan meningkat lagi mengingat barusan labanya naik dua kali lipat.
  5. Terdapat potensi tambahan pendapatan dalam beberapa tahun kedepan dari perkebunan kelapa sawit.
  6. Kualitas manajemennya so far so good, salah satunya bisa dilihat dari laporan keuangannya yang selalu keluar cepat di tiap kuartal, termasuk Pak Luhut juga punya reputasi yang bagus sebagai atlet olahraga, tokoh militer, politisi (pernah jadi menteri jaman Presiden Gus Dur), dan pengusaha.
However, poin-poin yang kurang positif terkait TOBA ini juga ada beberapa, diantaranya:

  1. Saham TOBA tidak likuid. Ketika perusahaan IPO pada Juli 2012 lalu, jumlah saham yang dilepas ke publik adalah 211 juta lembar, ketika itu pada harga Rp1,900 per saham. Setelah harganya terus turun dalam hampir dua tahun selanjutnya, banyak dari saham tersebut yang dibeli kembali oleh relasi dari Bapak Luhut (termasuk melalui putranya, Davit Togar Pandjaitan), sehingga sisa saham yang dipegang publik tinggal 50 juta lembar. Kalau anda perhatikan, ada banyak saham yang tidak likuid karena harganya lagi dibawah (jadi kalau pada akhirnya nanti harganya naik, sahamnya akan likuid juga). Tapi untuk TOBA ini, dia tidak likuid karena memang jumlah saham yang dipegang publik sangat sedikit. Ada kemungkinan sahamnya tidak akan bergerak kemana-mana (tidak naik, tapi juga tidak turun) termasuk kalau nanti perusahaan mengumumkan pembayaran dividen, karena masalah likuiditasnya ini. So, saham ini mungkin hanya cocok bagi anda yang menyukai dividen. Penulis sendiri cukup yakin kalau pemegang saham mayoritas TOBA juga tidak peduli soal harga sahamnya di pasar, yang penting dividen-nya lancar terus.
  2. Perusahaan kelewat konservatif dengan tidak memiliki rencana untuk menambah portofolio tambangnya, dan hal ini berbeda dengan banyak perusahaan tambang batubara lain yang rajin mengejar peningkatan pendapatan dengan mengakuisisi lahan tambang baru.
  3. Belakangan ini mulai mencuat kembali isu kenaikan royalti yang harus dibayar perusahaan-perusahaan batubara, dan juga adanya larangan ekspor batubara berkalori rendah (dibawah 5,200 kcal). Untuk larangan ekspor, hal itu tidak jadi masalah mengingat TOBA memproduksi batubara dengan kalori 5,500 – 6,250 kcal, namun untuk royalti tadi, kalau jadi dinaikkan, tentu saja bisa menekan perolehan laba.
Jadi kesimpulannya? Well, kecuali anda bisa berkomitmen untuk memegangnya dalam jangka panjang untuk meraup keuntungan dari dividen, maka TOBA ini mungkin hanya bisa dijadikan pilihan alternatif di sektor tambang batubara. Tapi dengan peningkatan kinerja perusahaan yang tampak cukup menonjol, maka kita pada saat ini sudah boleh berharap bahwa mungkin perusahaan-perusahaan batubara lainnya juga bisa kembali mencatatkan peningkatan kinerja, setelah dua tahun sebelumnya terus turun gara-gara penurunan harga batubara. Ada beberapa perusahaan batubara yang memiliki kinerja fundamental yang sangat baik di masa lalu, seperti United Tractors (UNTR), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), Harum Energy (HRUM), Indo Tambangraya Megah (ITMG), hingga Resource Alam Indonesia (KKGI). Jika memang sektor batubara pulih, maka kelima perusahaan tersebut seharusnya juga tidak akan menemui kesulitan untuk mencatatkan kenaikan laba kembali.

So, bagi anda yang mungkin masih nyangkut di saham-saham batubara sejak tahun 2011 lalu, maka bisa jadi penantian panjang anda pada akhirnya membuahkan hasil juga, jadi untuk sekarang jangan lagi berpikir untuk cut loss. Sementara bagi anda para bargain hunter, jika anda tidak tertarik dengan TOBA ini maka bisa pertimbangkan saham-saham batubara yang lain, tunggu saja sampai mereka merilis laporan keuangannya masing-masing.

PT. Toba Bara Sejahtra, Tbk
Rating Kinerja pada Q1 2014: AA
Rating saham pada 800: A

Buku kumpulan analisis saham edisi Kuartal I 2014 akan terbit pada hari Senin, tanggal 12 Mei 2014 mendatang. Anda bisa memperolehnya disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar