Rabu, 07 Mei 2014

Ebook Analisis Kuartal I 2014

Analisis Saham Independen


Posted: 05 May 2014 01:27 AM PDT
Dear investor, seperti biasa setiap kuartal sekali, penulis membuat buku elektronik (ebook, dengan format PDF) yang berisi kumpulan analisis (“Ebook Kuartalan”), yang kali ini didasarkan pada laporan keuangan (LK) para emiten periode Kuartal I 2014 (Q1 2014). Ebook ini diharapkan akan menjadi panduan bagi anda untuk memilih saham yang bagus untuk trading, investasi jangka menengah, dan panjang.

Seperti ebook edisi sebelumnya, penulis akan bekerja sama dengan tim kecil untuk melakukan screening/pemilihan saham untuk dimasukkan kedalam ebooknya. Berikut adalah standar kriteria yang kami terapkan untuk memilih saham-saham yang akan dibahas di ebook ini.

  1. Sahamnya likuid. Kalaupun tidak terlalu likuid, maka paling tidak jangan sampai tidak likuid sama sekali
  2. Memiliki fundamental yang bagus, perusahaannya dikelola oleh manajemen yang bisa dipercaya
  3. Kalau bisa mencatat kenaikan laba atau ekuitas yang signifikan, serta miliki kinerja konsisten di masa lalu, dan
  4. Harganya wajar, atau paling tidak belum terlalu mahal (sudah termasuk mempertimbangkan posisi IHSG). 

Ebook ini akan terbit pada hari Senin tanggal 12 Mei 2014dan akan berisi analisis terhadap 30 buah saham pilihan (saat ini ebooknya tengah dikerjakan). Anda bisa memperoleh ebook-nya dengan cara preorder, keterangan selengkapnya baca disini.

Berikut screening ebooknya (edisi sebelumnya, klik untuk memperbesar).


Pekerjaan rutin seorang investor adalah mempelajari kondisi pasar, melakukan screening saham, menganalisis saham/perusahaan yang lolos screening tersebut secara mendetail termasuk mempelajari prospeknya, kemudian mengambil kesimpulan saham-saham mana saja yang layak beli, dan sebaiknya beli di harga berapa. Dengan berlangganan ebook ini maka itu seperti anda menyerahkan semua pekerjaan tersebut kepada penulis, sehingga anda kemudian tinggal membaca hasilnya saja. Dan sudah tentu, anda tidak perlu membayar mahal untuk itu.

Sekali lagi, untuk keterangan lebih lanjut baca disini. Info lebih lanjut bisa menghubungi Ms. Nury melalui Telp/SMS 081220445202 atau Pin BB 2850E045.
Posted: 05 May 2014 07:39 AM PDT
Akhir-akhir ini di media banyak beredar pemberitaan bahwa Koperasi Cipaganti Karya Graha Persada, atau disingkat Koperasi Cipaganti saja, mulai mengalami kesulitan dalam membayar imbal hasil/bunga bulanan kepada para investornya, dan sudah tentu para investor ini mulai ketar ketir, belum lagi pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) langsung angkat tangan terhadap masalah ini dan malah melemparnya ke pihak Kementerian Koperasi (tapi bener juga sih). Menariknya banyak orang yang menyangka bahwa perusahaan yang listing di BEI, yakni Cipaganti Citra Graha (CPGT) merupakan Koperasi Cipaganti tersebut, padahal bukan. Anyway, mari kita pelajari lebih lanjut tentang Koperasi Cipaganti ini, termasuk bagaimana kira-kira ending dari kasus keterlambatan pembayaran imbal hasilnya.

Koperasi Cipaganti, selanjutnya disebut ‘KC’, merupakan salah satu koperasi paling terkemuka di Indonesia. Yang dimaksud dengan ‘koperasi’ itu sendiri adalah badan hukum yang memiliki izin (dari Kementerian Koperasi) untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, dalam hal ini masyarakat yang menjadi anggota koperasi itu sendiri, dimana dana tersebut akan digunakan untuk membiayai usaha tertentu. Jika anda hendak bergabung dengan KC, misalnya, maka anda akan menanda tangani semacam surat perjanjian di depan notaris bahwa anda telah bergabung menjadi anggota KC, dan bahwa anda akan menyetor dana sebesar sekian untuk dikelola oleh KC pada usaha tertentu, dan bahwa anda akan menerima bunga yang dibayarkan setiap bulan.

Koperasi adalah jenis badan hukum yang jauh lebih sederhana dari perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas atau PT, tapi sama-sama bisa memperoleh pendanaan dari luar. Jika anda memiliki sebuah PT, maka melalui PT tersebut anda bisa mengajukan pinjaman ke bank, menerbitkan saham, hingga menerbitkan obligasi. However, proses untuk melakukan itu semua tidaklah mudah. Ketika anda hendak pinjam dana ke bank, misalnya, maka anda harus menyediakan aset senilai sekian sebagai jaminan, dan PT tersebut juga harus sudah beroperasi sekian tahun serta memiliki track record yang bisa dipertanggung jawabkan.

Namun hal yang sama tidak berlaku untuk koperasi. Jika anda mengelola sebuah koperasi, maka selama anda bisa meyakinkan para calon investor untuk menempatkan dananya pada koperasi tersebut, then holaa.. you got the money! Anda tidak perlu memberikan jaminan apapun terhadap si investor, yang penting anda bisa secara rutin membayarkan bunga yang memang sudah dijanjikan setiap bulannya.

Konsep koperasi sendiri sebenarnya merupakan alternatif bagi orang atau sekelompok orang yang membutuhkan dana/modal untuk mengembangkan usaha tertentu, namun tidak memiliki akses ke perbankan apalagi pasar modal (kalau mau IPO). Jadi dengan adanya sistem koperasi ini, seorang pengusaha bisa memperoleh pinjaman modal dari teman-temannya sendiri yang kemudian ditampung dalam satu wadah yang disebut koperasi tadi. Koperasi ini dianggap sebagai ‘milik bersama’, baik investor maupun pengelola, walaupun pada hakekatnya yang memiliki akses terhadap dana yang ditampung di koperasi tersebut hanyalah pengelola/pengusaha itu tadi saja. Para investor pasif tidak bisa begitu saja menarik dana, atau mencairkan/menjual aset-aset yang dimiliki oleh koperasi, karena yang bisa melakukan itu hanya pengelola koperasi yang bersangkutan.

Kelemahan Sistem Koperasi

Sebagai investor saham, penulis tidak pernah berminat untuk menempatkan investasi di Koperasi, entah itu KC ataupun lainnya, karena: Pertama, saya belum pernah mendengar orang yang kaya dari koperasi. Kalau di saham, tidak sedikit investor yang sukses besar, tapi di Koperasi? Yang ada, semakin banyak orang yang menjadi anggota sebuah koperasi, misalnya KC, maka yang semakin sukses justru pengurusnya. I mean, jika anda hendak sukses dari Koperasi, maka anda harus mendirikan koperasi tersebut kemudian mengajak orang lain untuk bergabung, dan bukannya dengan ikut koperasi punya orang.

Kedua, ketika sebuah perusahaan membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha, maka perusahaan akan secara jelas memperinci berapa dana yang dibutuhkan, akan digunakan untu apa dana tersebut, kemudian bisa mengajukan pinjaman ke bank, menerbitkan saham, atau menerbitkan obligasi. Ketika dana yang dibutuhkan sudah terkumpul, maka that’s it, acara penggalangan dananya selesai (perusahaan tidak lagi berusaha mengumpulkan dana), dan selanjutnya perusahaan bisa fokus pada pengembangan usaha menggunakan dana yang sudah terkumpul tadi. Contohnya, kalau anda ikut membeli saham IPO, dan ternyata jumlah saham yang tersedia lebih sedikit dari yang hendak anda beli, maka perusahaan yang bersangkutan tidak akan menerbitkan saham baru ataupun menaikkan harga sahamnya, melainkan jumlah saham yang anda terima tetap segitu, dan kelebihan uang yang anda bayarkan akan dikembalikan (makanya kemudian ada istilah oversubscribe).

Sementara koperasi? Entah bagaimana dengan kegiatan usaha yang mereka lakukan, namun yang jelas kegiatan penggalangan dananya dilakukan setiap saatdan hampir tidak pernah mengenal kata berhenti. Contohnya di KC, sampai sekarang mereka masih menerima investor baru, dan juga masih menerima tambahan setoran modal dari investor yang sudah ada. Pertanyaannya, ketika KC pada mulanya membutuhkan dana katakanlah Rp100 milyar untuk usaha tambang batubara, misalnya, maka ketika dana yang dikumpulkan dari masyarakat lebih besar dari itu, katakanlah mencapai Rp150 milyar, lalu akan dipakai untuk apa kelebihan modal senilai Rp50 milyar tersebut? Sementara untuk menemukan peluang usaha yang baru lagi, itu juga tidak mudah bukan?

Tapi bahkan hal itu tidak menghentikan koperasi untuk terus menarik dana dari masyarakat, dan hal ini mengingatkan penulis akan Skema Ponzi lagi. Kalau anda belajar sejarahnya, pencipta skema Ponzi, yakni Charles Ponzi, sebenarnya tidak sengaja dalam menciptakan skema tersebut. Pada tahun 1918, Charles, yang ketika itu bekerja di sebuah toko di Boston, Amerika Serikat, menerima surat dari sebuah perusahaan di Spanyol yang memintanya untuk mengirim katalog produk yang dijual tokonya. Didalam amplop surat tersebut, Charles menemukan sebuah kupon yang disebut international reply coupon (IRC), yang bisa ditukar dengan selembar perangko. Perusahaan Spanyol tadi menyertakan kupon IRC didalam suratnya agar Charles bisa menukar kupon tersebut dengan perangko, sehingga ia tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk mengirim katalog yang diminta ke Spanyol.

Menariknya, ketika Charles pergi ke Kantor Pos untuk menukar kupon tersebut dengan selembar perangko, ternyata yang didapat bukan selembar perangko, melainkan beberapa, padahal yang dibutuhkan hanya selembar. Peristiwa perang dunia kesatu menyebabkan terjadinya perbedaan nilai antara biaya pengiriman pos di Eropa dan Amerika, dimana selembar kupon IRC hanya bisa memperoleh selembar perangko di Italia atau Spanyol, namun di Amerika, kupon tersebut bisa ditukar dengan beberapa lembar perangko. Alhasil Charles jadi memperoleh sejumlah uang tunai ketika menjual kembali kelebihan perangko yang tidak digunakan.

Charles segera menyadari bahwa ia baru saja menemukan peluang bisnis disini. Ia langsung menemui teman-temannya untuk meminjam uang, dan berjanji kepada mereka bahwa ia akan mengembalikannya dalam waktu 90 hari, plus bunganya. Uang tersebut digunakan untuk membeli kupon IRC dari Spanyol, yang akan ia tukarkan dengan perangko di Amerika, kemudian perangko tersebut dijual untuk meraih keuntungan sekian kali lipat. Charles berhasil mengumpulkan uang US$ 1,250, dimana ia berjanji akan memberikan bunga sebesar US$ 750. Dan hanya dalam waktu 90 hari berikutnya, ia benar-benar membayar total US$ 2,000 kepada teman-temannya.

Dan tak lama kemudian, berita tentang ‘investasi mudah’ yang ditawarkan oleh Charles seketika booming. Teman-teman Charles tadi kembali meminjamkan uang kepadanya, bahkan dengan jumlah yang lebih besar, termasuk mengajak orang lain untuk bergabung. Dan Charles menerima berapapun uang yang dipercayakan kepadanya. Hanya dalam tempo kurang dari setahun, nilai investasi yang ia kelola melonjak dari US$ 1,250 menjadi US$ 420,000, dan terus saja naik.

Namun setelah beberapa waktu, Charles sudah tidak lagi membeli kupon IRC tadi karena supplier-nya di Spanyol sudah kehabisan stok, yang itu berarti ia sudah tidak lagi menghasilkan keuntungan, padahal dana investor terus berebut untuk masuk. Dan fatalnya, Charles membiarkan hal tersebut terjadi, hingga akhirnya ia terpaksa membayar bunga kepada investor lama menggunakan dana yang disetor oleh investor baru, karena memang ‘perusahaan investasinya’ sudah tidak lagi menghasilkan keuntungan.

Dan itulah awal mulai skema Ponzi yang terkenal. Bisa kita lihat disini bahwa Mr. Charles Ponzi ini pada awalnya tidak berniat untuk berbuat jahat atau menipu investornya, namun kesalahannya adalah dia terlalu serakah, dimana ia terus menampung dana yang masuk meski sebenarnya ia tidak mampu lagi mencetak keuntungan.

Nah, meski tidak sama persis, namun di Koperasi juga bisa saja terjadi hal yang sama, karena berbeda dengan perusahaan yang hanya menarik dana (dari bank, atau dari masyarakat melalui skema penjualan saham) sebesar sekian kemudian selesai, sebuah koperasi biasanya menampung berapapun dana yang disetor oleh anggotanya, padahal pengelola koperasi ini belum tentu mampu untuk terus menemukan peluang usaha yang baru. Terkait kenapa Koperasi Cipaganti (KC) terlambat dalam membayar bunga kepada para investornya, pihak pengelola mengatakan bahwa itu karena bisnis batubara yang mereka jalani sedang lesu karena turunnya harga batubara, sehingga mereka kesulitan dalam memutar modal yang diperoleh dari anggota koperasi (investor). Tapi jika demikian maka kenapa sampai hari ini KC masih menerima setoran modal dari nasabah? Jawabannya ya, karena mereka itu koperasi!

However, ini bukan berarti KC menjalankan skema Ponzi, dan juga tidak ada bukti terkait hal itu. Namun yang penulis penulis garis bawahi disini adalah, ketika bisnis batubara yang dijalani KC lesu, lalu bagaimana KC akan memutar dana milik para anggota koperasi, sementara jumlah setoran dana juga terus bertambah?

Itu yang kedua. Yang ketiga, semua orang selalu mengatakan bahwa yang namanya investasi itu ada risikonya. Termasuk menempatkan dana di koperasi, itu juga ada risikonya. Tapi yang terkadang dilupakan orang disini adalah, risiko sudah pasti ada, namun seberapa besar risiko tersebut? Dan apakah setimpal dengan tingkat imbal hasil yang bisa diperoleh?

Nama ‘Koperasi Cipaganti’ mendadak tenar belakangan ini hanya karena pengelolanya terlambat dalam membayar bunga bulanan kepada para investor (entah terlambat atau memang tidak dibayarkan, who knows), padahal selama bertahun-tahun sebelumnya bunga bulanan tersebut selalu lancar dibayarkan (dan itu pula sebabnya KC sukses menjadi besar). Namun karena adanya peristiwa ini, para investor seketika ‘sadar’ bahwa modal mereka mungkin saja tidak balik lagi. Sebab jika untuk membayar bunga-nya saja KC mengalami kesulitan, lalu bagaimana dengan pokok investasinya? Katakanlah anda menyetor Rp100 juta ke KC, dan dijanjikan akan menerima bunga sebesar 1.5% per bulan, alias Rp1.5 juta. Tapi jika untuk Rp1.5 juta itu saja KC tidak bisa membayarnya, lalu bagaimana mereka akan mengembalikan setoran modal anda yang sebesar Rp100 juta tadi?

Dan hal inilah yang seringkali dilupakan oleh investor koperasi. Ketika KC mampu dengan rutin membayar bunga kepada investornya, maka investor pun akan merasa tenang, dan berpikir bahwa modalnya nggak kemana-mana. Tapi ketika KC mulai macet dalam pembayaran bunga tersebut, maka barulah investor akan sadar bahwa modal mereka bisa saja tidak kembali sama sekali. Padahal sejak awal, hanya karena koperasi lancar membayar bunga, itu tidak menjadi jaminan bahwa modal yang anda tempatkan tidak akan hilang! Katakanlah KC rutin membayar bunga 1.5% per bulan selama setahun, sehingga total keuntungan yang anda peroleh adalah 18%. Tapi setelah akhir tahun, dana anda ternyata tidak bisa ditarik sama sekali, bagaimana tuh? Ya itu berarti, kerugian yang anda derita menjadi jauh lebih besar ketimbang bunga yang sudah anda peroleh, benar begitu bukan?

Jadi dalam hal ini, penulis menganggap bahwa investasi di koperasi memiliki risiko yang tidak setimpal dengan potensi keuntungan yang bisa diperoleh. Kalau anda beli saham A di harga Rp1,000, misalnya, dan ternyata itu merupakan keputusan yang keliru, dimana anda terpaksa harus cut loss di harga Rp900. Maka meskipun anda rugi, namun uang anda masih ada sisanya bukan? Memang, ada juga beberapa kasus dimana seorang investor saham bisa menderita kerugian hingga 100%, dimana perusahaannya bangkrut sama sekali, sahamnya di-suspend dan tidak dicabut lagi, harga sahamnya mati di gocap, dan seterusnya. Tapi penulis sendiri rasa-rasanya belum pernah ketemu investor saham yang ‘habis’ seperti itu. Pada tahun 1998, Pak Lo Kheng Hong pernah merugi hingga 90%, dan mungkin itu adalah ‘rekor’ kerugian terburuk yang pernah dialami oleh seorang investor saham. Tapi toh beliau sukses bangkit lagi, dan malah jadi investor besar hingga saat ini.

Sementara di koperasi, in case dimana koperasi tidak sanggup lagi membayar bunga maupun pokok investasi para nasabahnya, maka aset-aset milik koperasi bisa dilikuidasi kemudian dananya dibagikan kepada para nasabah. Tapi dalam prakteknya, penulis belum pernah mendengar ada koperasi yang melakukan hal tersebut. Termasuk dalam kasus KC, kasusnya masih tarik ulur sampai sekarang. Beberapa nasabah mengalami kesulitan dalam menarik pokok investasinya, beberapa lancar saja, dan selebihnya macet sama sekali.

Kesimpulan

Koperasi Cipaganti adalah salah satu koperasi yang sudah cukup lama beroperasi di Indonesia (kalau gak salah sudah lebih dari 10 tahun), dan selama itu hampir tidak pernah ada masalah dengan para investornya. Jika belakangan ini mereka kesulitan dalam membayar bunga bulanan, maka itu adalah karena adanya peristiwa yang tidak bisa dihindari, yakni penurunan harga batubara dan mungkin juga masalah di bisnis lainnya yang dijalani oleh KC (kalau gak salah ada bikin hotel juga, tapi pembangunannya mandek). Jadi kurang lebih sama lah seperti perusahaan batubara yang sempat untung besar di tahun 2011, namun kesininya laba mereka turun drastis dan sahamnya pun ikut turun, dan alhasil menyebabkan kerugian bagi para investor yang memegang sahamnya.

Dan berbeda dengan perusahaan batubara yang langsung ‘angkat bahu’ ketika investor protes kenapa sahamnya turun (apalagi Bakrie, jangan harap bisa ketemu mereka deh), manajemen KC cukup bertanggung jawab dengan paling tidak bersedia bertemu dengan para investor (terakhir tanggal 3 Mei kemarin). Persoalannya adalah, karena KC ini sudah terlanjur besar, maka investornya juga sangat banyak, dan alhasil kasusnya jadi booming. Penulis terus terang tidak tahu bagaimana kira-kira kelanjutan dari masalah KC ini, namun dengan ukuran dana kelolaan yang pastinya sudah jauuuuh lebih besar ketimbang sekian tahun yang lalu, jelas tidak mudah bagi KC untuk memutar dana kelolaan tersebut agar bisa memperoleh keuntungan yang paling tidak cukup untuk membayar bunga kepada para investor. Tapi kalau kita melihat bahwa sektor batubara perlahan tapi pasti mulai pulih kembali, maka mungkin juga terdapat harapan bahwa pada akhirnya nanti bisnis batubara yang dijalani KC ini kembali pulih, dan mereka juga kembali mampu membayar kewajibannya kepada para investor seperti biasa.

Kemudian terkait PT Cipaganti Citra Graha, Tbk (CPGT) yang listing di bursa, itu bukan Koperasi Cipaganti/KC, karena tidak mungkin sebuah koperasi bisa IPO (CPGT ini sebuah PT, bukan koperasi). CPGT merupakan salah satu anak usaha dari Grup Cipaganti yang khusus bergerak di bidang jasa transportasi, travel wisata, dan penyewaan alat-alat berat. Sementara untuk bisnis batubara dan lainnya, itu dipegang oleh anak usaha Grup Cipaganti yang lain lagi (jadi CPGT sama sekali tidak mengelola bisnis batubara). Sementara KC, karena dia bukan merupakan perusahaan, maka secara struktur perusahaan bukan merupakan bagian dari Grup Cipaganti. Namun KC adalah salah satu pemegang saham dari CPGT, dalam hal ini sebanyak 4.4% per April 2014.

Grup Cipaganti adalah salah satu grup usaha paling terkemuka di Indonesia, tapi sekaligus yang paling unik karena mereka juga mengelola sebuah koperasi, yakni Koperasi Cipaganti ini (meskipun tidak melalui grup-nya), dimana anggotanya terbuka untuk umum (kalau koperasi milik grup usaha lain kan, biasanya keanggotaannya terbatas untuk pihak internal, misalnya koperasi karyawan PT ABCD, dan seterusnya). Jadi sayang sekali kalau reputasinya yang baik selama ini harus tercoreng hanya karena masalah KC ini. Well, namun bisnis apapun selalu ada risikonya bukan?

Penulis menyelenggarakan seminar/training investasi saham di Jakarta, hari Sabtu tanggal 17 Mei 2014 mendatang. Keterangan selengkapnya baca disini.