Analisis Saham Independen |
Posted: 05 May 2014 01:27 AM PDT
Dear
investor, seperti biasa setiap kuartal sekali, penulis membuat buku
elektronik (ebook, dengan format PDF) yang berisi kumpulan analisis (“Ebook Kuartalan”), yang kali ini didasarkan pada laporan keuangan (LK) para emiten periode Kuartal I 2014 (Q1 2014).
Ebook ini diharapkan akan menjadi panduan bagi anda untuk memilih saham
yang bagus untuk trading, investasi jangka menengah, dan panjang.
Seperti
ebook edisi sebelumnya, penulis akan bekerja sama dengan tim kecil
untuk melakukan screening/pemilihan saham untuk dimasukkan kedalam
ebooknya. Berikut adalah standar kriteria yang kami terapkan untuk
memilih saham-saham yang akan dibahas di ebook ini.
Ebook ini akan terbit pada hari Senin tanggal 12 Mei 2014, dan akan berisi analisis terhadap 30 buah saham pilihan (saat ini ebooknya tengah dikerjakan). Anda bisa memperoleh ebook-nya dengan cara preorder, keterangan selengkapnya baca disini.
Berikut screening ebooknya (edisi sebelumnya, klik untuk memperbesar).
Pekerjaan
rutin seorang investor adalah mempelajari kondisi pasar, melakukan
screening saham, menganalisis saham/perusahaan yang lolos screening
tersebut secara mendetail termasuk mempelajari prospeknya, kemudian
mengambil kesimpulan saham-saham mana saja yang layak beli, dan
sebaiknya beli di harga berapa. Dengan berlangganan ebook ini maka itu
seperti anda menyerahkan semua pekerjaan tersebut kepada penulis,
sehingga anda kemudian tinggal membaca hasilnya saja. Dan sudah tentu,
anda tidak perlu membayar mahal untuk itu.
Sekali lagi, untuk keterangan lebih lanjut baca disini. Info lebih lanjut bisa menghubungi Ms. Nury melalui Telp/SMS 081220445202 atau Pin BB 2850E045.
|
Posted: 05 May 2014 07:39 AM PDT
Akhir-akhir
ini di media banyak beredar pemberitaan bahwa Koperasi Cipaganti Karya
Graha Persada, atau disingkat Koperasi Cipaganti saja, mulai mengalami
kesulitan dalam membayar imbal hasil/bunga bulanan kepada para
investornya, dan sudah tentu para investor ini mulai ketar ketir, belum
lagi pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) langsung angkat tangan terhadap
masalah ini dan malah melemparnya ke pihak Kementerian Koperasi (tapi
bener juga sih). Menariknya banyak orang yang menyangka bahwa perusahaan
yang listing di BEI, yakni Cipaganti Citra Graha (CPGT) merupakan
Koperasi Cipaganti tersebut, padahal bukan. Anyway, mari kita pelajari
lebih lanjut tentang Koperasi Cipaganti ini, termasuk bagaimana
kira-kira ending dari kasus keterlambatan pembayaran imbal hasilnya.
Koperasi
Cipaganti, selanjutnya disebut ‘KC’, merupakan salah satu koperasi
paling terkemuka di Indonesia. Yang dimaksud dengan ‘koperasi’ itu
sendiri adalah badan hukum yang memiliki izin (dari Kementerian
Koperasi) untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, dalam hal ini
masyarakat yang menjadi anggota koperasi itu sendiri, dimana dana
tersebut akan digunakan untuk membiayai usaha tertentu. Jika anda hendak
bergabung dengan KC, misalnya, maka anda akan menanda tangani semacam
surat perjanjian di depan notaris bahwa anda telah bergabung menjadi
anggota KC, dan bahwa anda akan menyetor dana
sebesar sekian untuk dikelola oleh KC pada usaha tertentu, dan bahwa
anda akan menerima bunga yang dibayarkan setiap bulan.
Koperasi
adalah jenis badan hukum yang jauh lebih sederhana dari perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau PT, tapi sama-sama bisa memperoleh
pendanaan dari luar. Jika anda memiliki sebuah PT, maka melalui PT
tersebut anda bisa mengajukan pinjaman ke bank, menerbitkan saham,
hingga menerbitkan obligasi. However, proses untuk melakukan itu semua
tidaklah mudah. Ketika anda hendak pinjam dana ke bank, misalnya, maka
anda harus menyediakan aset senilai sekian sebagai jaminan, dan PT
tersebut juga harus sudah beroperasi sekian tahun serta memiliki track record yang bisa dipertanggung jawabkan.
Namun
hal yang sama tidak berlaku untuk koperasi. Jika anda mengelola sebuah
koperasi, maka selama anda bisa meyakinkan para calon investor untuk
menempatkan dananya pada koperasi tersebut, then holaa.. you got the
money! Anda tidak perlu memberikan jaminan apapun terhadap si investor,
yang penting anda bisa secara rutin membayarkan bunga yang memang sudah
dijanjikan setiap bulannya.
Konsep
koperasi sendiri sebenarnya merupakan alternatif bagi orang atau
sekelompok orang yang membutuhkan dana/modal untuk mengembangkan usaha
tertentu, namun tidak memiliki akses ke perbankan apalagi pasar modal
(kalau mau IPO). Jadi dengan adanya sistem koperasi ini, seorang
pengusaha bisa memperoleh pinjaman modal dari teman-temannya sendiri
yang kemudian ditampung dalam satu wadah yang disebut koperasi tadi.
Koperasi ini dianggap sebagai ‘milik bersama’, baik investor maupun
pengelola, walaupun pada hakekatnya yang memiliki akses terhadap dana
yang ditampung di koperasi tersebut hanyalah pengelola/pengusaha
itu tadi saja. Para investor pasif tidak bisa begitu saja menarik dana,
atau mencairkan/menjual aset-aset yang dimiliki oleh koperasi, karena
yang bisa melakukan itu hanya pengelola koperasi yang bersangkutan.
Kelemahan Sistem Koperasi
Sebagai
investor saham, penulis tidak pernah berminat untuk menempatkan
investasi di Koperasi, entah itu KC ataupun lainnya, karena: Pertama,
saya belum pernah mendengar orang yang kaya dari koperasi. Kalau di
saham, tidak sedikit investor yang sukses besar, tapi di Koperasi? Yang
ada, semakin banyak orang yang menjadi anggota sebuah koperasi, misalnya
KC, maka yang semakin sukses justru pengurusnya. I mean, jika anda
hendak sukses dari Koperasi, maka anda harus mendirikan koperasi
tersebut kemudian mengajak orang lain untuk bergabung, dan bukannya
dengan ikut koperasi punya orang.
Kedua,
ketika sebuah perusahaan membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha,
maka perusahaan akan secara jelas memperinci berapa dana yang
dibutuhkan, akan digunakan untu apa dana tersebut, kemudian bisa
mengajukan pinjaman ke bank, menerbitkan saham, atau menerbitkan
obligasi. Ketika dana yang dibutuhkan sudah terkumpul, maka that’s it,
acara penggalangan dananya selesai (perusahaan tidak lagi berusaha
mengumpulkan dana), dan selanjutnya perusahaan bisa fokus pada
pengembangan usaha menggunakan dana yang sudah terkumpul tadi.
Contohnya, kalau anda ikut membeli saham IPO, dan ternyata jumlah saham
yang tersedia lebih sedikit dari yang hendak anda beli, maka perusahaan
yang bersangkutan tidak akan menerbitkan saham baru ataupun menaikkan
harga sahamnya, melainkan jumlah saham yang anda terima tetap segitu,
dan kelebihan uang yang anda bayarkan akan dikembalikan (makanya
kemudian ada istilah oversubscribe).
Sementara koperasi? Entah bagaimana dengan kegiatan usaha yang mereka lakukan, namun yang jelas kegiatan penggalangan dananya dilakukan setiap saatdan
hampir tidak pernah mengenal kata berhenti. Contohnya di KC, sampai
sekarang mereka masih menerima investor baru, dan juga masih menerima
tambahan setoran modal dari investor yang sudah ada. Pertanyaannya,
ketika KC pada mulanya membutuhkan dana katakanlah Rp100 milyar untuk
usaha tambang batubara, misalnya, maka ketika dana yang dikumpulkan dari
masyarakat lebih besar dari itu, katakanlah mencapai Rp150 milyar, lalu
akan dipakai untuk apa kelebihan modal senilai Rp50 milyar tersebut?
Sementara untuk menemukan peluang usaha yang baru lagi, itu juga tidak
mudah bukan?
Tapi bahkan hal itu tidak menghentikan koperasi untuk terus menarik dana dari masyarakat, dan hal ini mengingatkan penulis akan Skema Ponzi
lagi. Kalau anda belajar sejarahnya, pencipta skema Ponzi, yakni
Charles Ponzi, sebenarnya tidak sengaja dalam menciptakan skema
tersebut. Pada tahun 1918, Charles, yang ketika itu bekerja di sebuah
toko di Boston, Amerika Serikat, menerima surat dari sebuah perusahaan
di Spanyol yang memintanya untuk mengirim katalog produk yang dijual
tokonya. Didalam amplop surat tersebut, Charles menemukan sebuah kupon
yang disebut international reply coupon (IRC), yang bisa ditukar
dengan selembar perangko. Perusahaan Spanyol tadi menyertakan kupon IRC
didalam suratnya agar Charles bisa menukar kupon tersebut dengan
perangko, sehingga ia tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk mengirim
katalog yang diminta ke Spanyol.
Menariknya,
ketika Charles pergi ke Kantor Pos untuk menukar kupon tersebut dengan
selembar perangko, ternyata yang didapat bukan selembar perangko,
melainkan beberapa, padahal yang dibutuhkan hanya selembar. Peristiwa
perang dunia kesatu menyebabkan terjadinya perbedaan nilai antara
biaya pengiriman pos di Eropa dan Amerika, dimana selembar kupon IRC
hanya bisa memperoleh selembar perangko di Italia atau Spanyol, namun di
Amerika, kupon tersebut bisa ditukar dengan beberapa lembar perangko.
Alhasil Charles jadi memperoleh sejumlah uang tunai ketika menjual
kembali kelebihan perangko yang tidak digunakan.
Charles
segera menyadari bahwa ia baru saja menemukan peluang bisnis disini. Ia
langsung menemui teman-temannya untuk meminjam uang, dan berjanji
kepada mereka bahwa ia akan mengembalikannya dalam waktu 90 hari, plus
bunganya. Uang tersebut digunakan untuk membeli kupon IRC dari Spanyol,
yang akan ia tukarkan dengan perangko di Amerika, kemudian perangko
tersebut dijual untuk meraih keuntungan sekian kali lipat. Charles
berhasil mengumpulkan uang US$ 1,250, dimana ia berjanji akan memberikan
bunga sebesar US$ 750. Dan hanya dalam waktu 90 hari berikutnya, ia
benar-benar membayar total US$ 2,000 kepada teman-temannya.
Dan tak lama kemudian, berita tentang ‘investasi mudah’ yang ditawarkan oleh Charles seketika booming.
Teman-teman Charles tadi kembali meminjamkan uang kepadanya, bahkan
dengan jumlah yang lebih besar, termasuk mengajak orang lain untuk
bergabung. Dan Charles menerima berapapun uang yang dipercayakan
kepadanya. Hanya dalam tempo kurang dari setahun, nilai investasi yang
ia kelola melonjak dari US$ 1,250 menjadi US$ 420,000, dan terus saja
naik.
Namun
setelah beberapa waktu, Charles sudah tidak lagi membeli kupon IRC tadi
karena supplier-nya di Spanyol sudah kehabisan stok, yang itu berarti ia sudah tidak lagi menghasilkan keuntungan, padahal
dana investor terus berebut untuk masuk. Dan fatalnya, Charles
membiarkan hal tersebut terjadi, hingga akhirnya ia terpaksa membayar
bunga kepada investor lama menggunakan dana yang disetor oleh investor
baru, karena memang ‘perusahaan investasinya’ sudah tidak lagi
menghasilkan keuntungan.
Dan
itulah awal mulai skema Ponzi yang terkenal. Bisa kita lihat disini
bahwa Mr. Charles Ponzi ini pada awalnya tidak berniat untuk berbuat
jahat atau menipu investornya, namun kesalahannya adalah dia terlalu serakah, dimana ia terus menampung dana yang masuk meski sebenarnya ia tidak mampu lagi mencetak keuntungan.
Nah,
meski tidak sama persis, namun di Koperasi juga bisa saja terjadi hal
yang sama, karena berbeda dengan perusahaan yang hanya menarik dana
(dari bank, atau dari masyarakat melalui skema penjualan saham) sebesar
sekian kemudian selesai, sebuah koperasi biasanya menampung berapapun
dana yang disetor oleh anggotanya, padahal pengelola koperasi ini belum tentu mampu
untuk terus menemukan peluang usaha yang baru. Terkait kenapa Koperasi
Cipaganti (KC) terlambat dalam membayar bunga kepada para investornya,
pihak pengelola mengatakan bahwa itu karena bisnis batubara yang mereka
jalani sedang lesu karena turunnya harga batubara, sehingga mereka
kesulitan dalam memutar modal yang diperoleh dari anggota koperasi
(investor). Tapi jika demikian maka kenapa sampai hari ini KC masih
menerima setoran modal dari nasabah? Jawabannya ya, karena mereka itu
koperasi!
However,
ini bukan berarti KC menjalankan skema Ponzi, dan juga tidak ada bukti
terkait hal itu. Namun yang penulis penulis garis bawahi disini adalah,
ketika bisnis batubara yang dijalani KC lesu, lalu bagaimana KC akan
memutar dana milik para anggota koperasi, sementara jumlah setoran dana
juga terus bertambah?
Itu
yang kedua. Yang ketiga, semua orang selalu mengatakan bahwa yang
namanya investasi itu ada risikonya. Termasuk menempatkan dana di
koperasi, itu juga ada risikonya. Tapi yang terkadang dilupakan orang
disini adalah, risiko sudah pasti ada, namun seberapa besar risiko
tersebut? Dan apakah setimpal dengan tingkat imbal hasil yang bisa
diperoleh?
Nama
‘Koperasi Cipaganti’ mendadak tenar belakangan ini hanya karena
pengelolanya terlambat dalam membayar bunga bulanan kepada para investor
(entah terlambat atau memang tidak dibayarkan, who knows), padahal
selama bertahun-tahun sebelumnya bunga bulanan tersebut selalu lancar
dibayarkan (dan itu pula sebabnya KC sukses menjadi besar). Namun karena
adanya peristiwa ini, para investor seketika ‘sadar’ bahwa modal mereka
mungkin saja tidak balik lagi. Sebab jika untuk membayar bunga-nya saja
KC mengalami kesulitan, lalu bagaimana dengan pokok investasinya?
Katakanlah anda menyetor Rp100 juta ke KC, dan dijanjikan akan menerima
bunga sebesar 1.5% per bulan, alias Rp1.5 juta. Tapi jika untuk Rp1.5
juta itu saja KC tidak bisa membayarnya, lalu bagaimana mereka akan
mengembalikan setoran modal anda yang sebesar Rp100 juta tadi?
Dan
hal inilah yang seringkali dilupakan oleh investor koperasi. Ketika KC
mampu dengan rutin membayar bunga kepada investornya, maka investor pun
akan merasa tenang, dan berpikir bahwa modalnya nggak kemana-mana. Tapi
ketika KC mulai macet dalam pembayaran bunga tersebut, maka barulah
investor akan sadar bahwa modal mereka bisa saja tidak kembali sama sekali. Padahal sejak awal, hanya karena koperasi lancar membayar bunga, itu tidak menjadi jaminan
bahwa modal yang anda tempatkan tidak akan hilang! Katakanlah KC rutin
membayar bunga 1.5% per bulan selama setahun, sehingga total keuntungan
yang anda peroleh adalah 18%. Tapi setelah akhir tahun, dana anda
ternyata tidak bisa ditarik sama sekali, bagaimana tuh? Ya itu berarti,
kerugian yang anda derita menjadi jauh lebih besar ketimbang bunga yang
sudah anda peroleh, benar begitu bukan?
Jadi
dalam hal ini, penulis menganggap bahwa investasi di koperasi memiliki
risiko yang tidak setimpal dengan potensi keuntungan yang bisa
diperoleh. Kalau anda beli saham A di harga Rp1,000, misalnya, dan
ternyata itu merupakan keputusan yang keliru, dimana anda terpaksa harus
cut loss di harga Rp900. Maka meskipun anda rugi, namun uang
anda masih ada sisanya bukan? Memang, ada juga beberapa kasus dimana
seorang investor saham bisa menderita kerugian hingga 100%, dimana
perusahaannya bangkrut sama sekali, sahamnya di-suspend dan tidak
dicabut lagi, harga sahamnya mati di gocap, dan seterusnya. Tapi penulis
sendiri rasa-rasanya belum pernah ketemu investor saham yang ‘habis’
seperti itu. Pada tahun 1998, Pak Lo Kheng Hong pernah merugi
hingga 90%, dan mungkin itu adalah ‘rekor’ kerugian terburuk yang pernah
dialami oleh seorang investor saham. Tapi toh beliau sukses bangkit
lagi, dan malah jadi investor besar hingga saat ini.
Sementara di koperasi, in case
dimana koperasi tidak sanggup lagi membayar bunga maupun pokok
investasi para nasabahnya, maka aset-aset milik koperasi bisa
dilikuidasi kemudian dananya dibagikan kepada para nasabah. Tapi dalam
prakteknya, penulis belum pernah mendengar ada koperasi yang melakukan
hal tersebut. Termasuk dalam kasus KC, kasusnya masih tarik ulur sampai
sekarang. Beberapa nasabah mengalami kesulitan dalam menarik pokok
investasinya, beberapa lancar saja, dan selebihnya macet sama sekali.
Kesimpulan
Koperasi
Cipaganti adalah salah satu koperasi yang sudah cukup lama beroperasi
di Indonesia (kalau gak salah sudah lebih dari 10 tahun), dan selama itu
hampir tidak pernah ada masalah dengan para investornya. Jika
belakangan ini mereka kesulitan dalam membayar bunga bulanan, maka itu
adalah karena adanya peristiwa yang tidak bisa dihindari, yakni
penurunan harga batubara dan mungkin juga masalah di bisnis lainnya yang
dijalani oleh KC (kalau gak salah ada bikin hotel juga, tapi
pembangunannya mandek). Jadi kurang lebih sama lah seperti perusahaan
batubara yang sempat untung besar di tahun 2011, namun kesininya laba
mereka turun drastis dan sahamnya pun ikut turun, dan alhasil
menyebabkan kerugian bagi para investor yang memegang sahamnya.
Dan
berbeda dengan perusahaan batubara yang langsung ‘angkat bahu’ ketika
investor protes kenapa sahamnya turun (apalagi Bakrie, jangan harap bisa
ketemu mereka deh), manajemen KC cukup bertanggung jawab dengan paling
tidak bersedia bertemu dengan para investor (terakhir tanggal 3 Mei
kemarin). Persoalannya adalah, karena KC ini sudah terlanjur besar, maka
investornya juga sangat banyak, dan alhasil kasusnya jadi booming.
Penulis terus terang tidak tahu bagaimana kira-kira kelanjutan dari
masalah KC ini, namun dengan ukuran dana kelolaan yang pastinya sudah
jauuuuh lebih besar ketimbang sekian tahun yang lalu, jelas tidak mudah
bagi KC untuk memutar dana kelolaan tersebut agar bisa memperoleh
keuntungan yang paling tidak cukup untuk membayar bunga kepada para
investor. Tapi kalau kita melihat bahwa sektor
batubara perlahan tapi pasti mulai pulih kembali, maka mungkin juga
terdapat harapan bahwa pada akhirnya nanti bisnis batubara yang dijalani
KC ini kembali pulih, dan mereka juga kembali mampu membayar
kewajibannya kepada para investor seperti biasa.
Kemudian terkait PT Cipaganti Citra Graha, Tbk (CPGT)
yang listing di bursa, itu bukan Koperasi Cipaganti/KC, karena tidak
mungkin sebuah koperasi bisa IPO (CPGT ini sebuah PT, bukan koperasi).
CPGT merupakan salah satu anak usaha dari Grup Cipaganti yang khusus
bergerak di bidang jasa transportasi, travel wisata, dan penyewaan
alat-alat berat. Sementara untuk bisnis batubara dan lainnya, itu
dipegang oleh anak usaha Grup Cipaganti yang lain lagi (jadi CPGT sama
sekali tidak mengelola bisnis batubara). Sementara KC, karena dia bukan merupakan perusahaan, maka
secara struktur perusahaan bukan merupakan bagian dari Grup
Cipaganti. Namun KC adalah salah satu pemegang saham dari CPGT, dalam
hal ini sebanyak 4.4% per April 2014.
Grup
Cipaganti adalah salah satu grup usaha paling terkemuka di Indonesia,
tapi sekaligus yang paling unik karena mereka juga mengelola sebuah
koperasi, yakni Koperasi Cipaganti ini (meskipun tidak melalui
grup-nya), dimana anggotanya terbuka untuk umum (kalau koperasi milik
grup usaha lain kan, biasanya keanggotaannya terbatas untuk pihak
internal, misalnya koperasi karyawan PT ABCD, dan seterusnya). Jadi
sayang sekali kalau reputasinya yang baik selama ini harus tercoreng
hanya karena masalah KC ini. Well, namun bisnis apapun selalu ada
risikonya bukan?
Penulis
menyelenggarakan seminar/training investasi saham di Jakarta, hari
Sabtu tanggal 17 Mei 2014 mendatang. Keterangan selengkapnya baca disini.
|