(Foto : inilah.com)
Oleh: Ahmad Munjin
pasarmodal - Kamis, 9 Januari 2014 | 04:07 WIB
INILAH.COM, Jakarta – Sebelum pemilu 2014, IHSG
diprediksi cenderung melemah ke bawah 4.000. Di sisi lain, indeks
potensial menuju 5.000 pascapemilu. Inilah saham pilihan sebelum dan
sesudah pemilu.
David Cornelis, Head of Research KSK Financial Group mengatakan, sektor konsumsi naik paling tinggi tahun 2013 sebesar 13,8%. Di sisi lain, yang terperosok paling dalam sebesar 23,3% adalah sektor pertambangan. “Kenaikan dan penurunan itu menghasilkan rerata IHSG yang minus 0,98% sepanjang 2013,” katanya kepada INILAH.COM.
Sebagai perbandingan, imbal hasil obligasi 2013 minus sebesar 10%. “Obligasi pemerintah yang turun paling besar, 12,35% sedangkan obligasi korporasi justru memberi keuntungan positif hampir 2%,” ujarnya.
Dengan kalkulasi sederhana, dengan 4 variabel utama, yaitu 2 variabel negatif (rupiah dan Inflasi) dan 2 variabel positif (pertumbuhan ekonomi dan BI Rate), selisihnya adalah sekitar 20%. “Maka dengan kata lain, IHSG setidaknya menawarkan imbal hasil impas sebesar 20%,” papar dia.
Imbal hasil tersebut ditambah dengan pertumbuhan keuntungan emiten sebesar 13%. Karena itu, target kenaikan IHSG seharusnya 33%. “Akan tetapi, yang terjadi malah IHSG termasuk yang jeblok terdalam di Asia, dengan diskon akhir tahun, turun 0,98%,” ungkap dia.
Hal tersebut, David menegaskan, hendaknya dicermati sebagai kesempatan pada awal tahun 2014 ini ketika IHSG terkoreksi.
Lebih jauh dia menjelaskan, di tengah penjualan bersih asing hampir Rp21 triliun, kapitalisasi pasar tahun lalu juga hanya naik 2,2% menjadi Rp4,2 kuadriliun. Angka tersebut masih hanya sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan Malaysia sudah 4,5 kali lebih besar. “Akibatnya IHSG masih bervolatilitas tinggi karena pasar yang cenderung kurang efisien,” tuturnya.
Tahun lalu, kata dia, Bursa Efek Indonesia berhasil menggalang dana dengan nilai emisi sebesar Rp16,7 triliun. “Akan tetapi, sekitar setengah dari jumlah emiten yang baru melantai lalu sahamnya malah bergerak negatif,” timpal dia.
Sektor defensive, lanjut David, cukup menahan kejatuhan IHSG. Namun, hanya 4 sektor saham yang positif, yaitu sektor konsumsi, perdagangan, properti dan infrastruktur. “Turunnya IHSG lebih banyak disumbangkan oleh emiten berorientasi impor dan yang penjualannya sensitif terhadap faktor global,” tandas dia.
Dia atas semua itu, David menyodorkan 14 saham di tahun 2014 yang terbagi menjadi 2 tema investasi yakni sebelum dan sesudah Pemilu.
Sebelum Pemilu (semester I-2014), David memperkirakan, IHSG cenderung bergerak ke bawah level 4.000. “Sebaiknya investor memilih sektor saham defensif,” ucapnya.
Untuk saham-saham defensif, David menyodorkan tujuh saham pilihan. Saham-saham tersebut adalah PT Gudang Garam (GGRM), PT Jasa Marga (JSMR), PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS), PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM), PT United Tractor (UNTR), dan PT Unilever Indonesia (UNVR).
Sedangkan sesudah Pemilu (semester II-2014) IHSG berpotensi kembali menuju level 5.000. Lalu tesis investasi berpindah ke sektor saham siklikal, seperti PT Alam Sutera Realty (ASRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri (BMRI), PT Ciputra Surya (CTRS), PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), PT Pembangunan Perumahan (PTPP), dan PT Semen Indonesia (SMGR).
Tahun 2014 adalah tahun tematik politik. “Don Lucchesi pernah berkata bahwa “Keuangan adalah pistol. Politik adalah mengetahui kapan harus menarik pelatuk!” imbuh David mengutip Don Lucchesi. “Finance is a gun. Politics is knowing when to pull the trigger.” [jin]
David Cornelis, Head of Research KSK Financial Group mengatakan, sektor konsumsi naik paling tinggi tahun 2013 sebesar 13,8%. Di sisi lain, yang terperosok paling dalam sebesar 23,3% adalah sektor pertambangan. “Kenaikan dan penurunan itu menghasilkan rerata IHSG yang minus 0,98% sepanjang 2013,” katanya kepada INILAH.COM.
Sebagai perbandingan, imbal hasil obligasi 2013 minus sebesar 10%. “Obligasi pemerintah yang turun paling besar, 12,35% sedangkan obligasi korporasi justru memberi keuntungan positif hampir 2%,” ujarnya.
Dengan kalkulasi sederhana, dengan 4 variabel utama, yaitu 2 variabel negatif (rupiah dan Inflasi) dan 2 variabel positif (pertumbuhan ekonomi dan BI Rate), selisihnya adalah sekitar 20%. “Maka dengan kata lain, IHSG setidaknya menawarkan imbal hasil impas sebesar 20%,” papar dia.
Imbal hasil tersebut ditambah dengan pertumbuhan keuntungan emiten sebesar 13%. Karena itu, target kenaikan IHSG seharusnya 33%. “Akan tetapi, yang terjadi malah IHSG termasuk yang jeblok terdalam di Asia, dengan diskon akhir tahun, turun 0,98%,” ungkap dia.
Hal tersebut, David menegaskan, hendaknya dicermati sebagai kesempatan pada awal tahun 2014 ini ketika IHSG terkoreksi.
Lebih jauh dia menjelaskan, di tengah penjualan bersih asing hampir Rp21 triliun, kapitalisasi pasar tahun lalu juga hanya naik 2,2% menjadi Rp4,2 kuadriliun. Angka tersebut masih hanya sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan Malaysia sudah 4,5 kali lebih besar. “Akibatnya IHSG masih bervolatilitas tinggi karena pasar yang cenderung kurang efisien,” tuturnya.
Tahun lalu, kata dia, Bursa Efek Indonesia berhasil menggalang dana dengan nilai emisi sebesar Rp16,7 triliun. “Akan tetapi, sekitar setengah dari jumlah emiten yang baru melantai lalu sahamnya malah bergerak negatif,” timpal dia.
Sektor defensive, lanjut David, cukup menahan kejatuhan IHSG. Namun, hanya 4 sektor saham yang positif, yaitu sektor konsumsi, perdagangan, properti dan infrastruktur. “Turunnya IHSG lebih banyak disumbangkan oleh emiten berorientasi impor dan yang penjualannya sensitif terhadap faktor global,” tandas dia.
Dia atas semua itu, David menyodorkan 14 saham di tahun 2014 yang terbagi menjadi 2 tema investasi yakni sebelum dan sesudah Pemilu.
Sebelum Pemilu (semester I-2014), David memperkirakan, IHSG cenderung bergerak ke bawah level 4.000. “Sebaiknya investor memilih sektor saham defensif,” ucapnya.
Untuk saham-saham defensif, David menyodorkan tujuh saham pilihan. Saham-saham tersebut adalah PT Gudang Garam (GGRM), PT Jasa Marga (JSMR), PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS), PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM), PT United Tractor (UNTR), dan PT Unilever Indonesia (UNVR).
Sedangkan sesudah Pemilu (semester II-2014) IHSG berpotensi kembali menuju level 5.000. Lalu tesis investasi berpindah ke sektor saham siklikal, seperti PT Alam Sutera Realty (ASRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri (BMRI), PT Ciputra Surya (CTRS), PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), PT Pembangunan Perumahan (PTPP), dan PT Semen Indonesia (SMGR).
Tahun 2014 adalah tahun tematik politik. “Don Lucchesi pernah berkata bahwa “Keuangan adalah pistol. Politik adalah mengetahui kapan harus menarik pelatuk!” imbuh David mengutip Don Lucchesi. “Finance is a gun. Politics is knowing when to pull the trigger.” [jin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar