Analisis Saham Independen |
Posted: 27 Apr 2014 05:08 AM PDT
Toba
Bara Sejahtra (TOBA) menjadi perusahaan batubara pertama di BEI yang
sudah merilis laporan keuangan untuk periode Kuartal I 2014, dan
perolehan labanya yang mencapai US$ 7.7 juta (setara Rp85 milyar, laba
yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk) menyebabkan sahamnya
menjadi terlalu menarik untuk diabaikan, karena laba tersebut tumbuh dua
kali lipat dibanding periode yang sama tahun 2013, dan karena dengan
perolehan labanya tersebut, TOBA kini mencatat ROE 27.6%, cukup tinggi
untuk ukuran saham yang saat ini hanya dihargai pada valuasi PBV 1.3
kali.
TOBA
merupakan perusahaan pemilik tiga tambang batubara yang kesemuanya
berlokasi di Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun
2013, perusahaan memproduksi total 6.5 juta ton batubara, sehingga
tergolong perusahaan batubara kelas menengah. TOBA didirikan oleh salah
seorang tokoh militer Indonesia, yakni Jenderal Purn. Luhut Pandjaitan,
yang pada tahun 2004 terjun ke bidang usaha dengan mendirikan Grup Toba
Sejahtra, yang kemudian menjadi induk dari beberapa perusahaan di
bidang tambang batubara (TOBA), minyak dan gas, perkebunan kelapa sawit,
dan pembangkit tenaga listrik. However, dari sekian banyak perusahaan
tersebut hanya TOBA yang kemudian listing di bursa.
Diluar
tambang batubara, perusahaan juga memiliki satu bidang perkebunan
kelapa sawit yang juga berlokasi di Kalimantan Timur, dengan luas
konsesi 8,600 hektar. Namun perkebunan kelapa sawit ini mungkin baru
akan berkontribusi terhadap pendapatan TOBA dalam waktu 2 – 3 tahun
mendatang, karena pada saat ini perkebunan tersebut masih dalam proses
penanaman (planting).
Perkembangan
kinerja perusahaan sejak beroperasi pada tahun 2007 terbilang menarik.
Pada tahun 2007, TOBA mengoperasikan tambang batubara pertamanya yang
dipegang melalui anak usahanya, Indomining, dan ketika itu hanya
menghasilkan pendapatan sebesar US$ 5 juta. Tahun 2008, perusahaan
menambah satu lagi tambang batubaranya sehingga volume produksinya mulai
naik signifikan menjadi 800 ribu ton, dan alhasil pendapatannya naik
tajam menjadi US$ 49 juta. Pada tahun 2011 TOBA membuka tambang batubara
ketiganya, sementara dua tambang yang sudah beroperasi sebelumnya juga
sudah mulai memproduksi batubara secara maksimal, sehingga pada tahun
tersebut perusahaan total memproduksi 5.2 juta ton batubara. Dan
didorong dengan kenaikan harga batubara yang ketika itu mencapai US$ 120
per ton, TOBA sukses meraup pendapatan US$ 498 juta, sementara laba
bersihnya sendiri tercatat US$ 58 juta. Pencapaian ini terbilang luar biasa, mengingat posisi ekuitas/modal bersih TOBA ketika itu cuma US$ 59 juta,
sehingga ROE-nya mencapai hampir 100%. Kemungkinan pencapaian ini pula
yang menyebabkan Bapak Luhut jadi punya banyak duit dan mulai aktif lagi
di politik dengan mendukung Jokowi sebagai capres.
Sayangnya
memasuki tahun 2012 harga batubara mulai turun, dan alhasil laba TOBA
terjun bebas menjadi hanya US$ 3.2 juta yang terutama disebabkan oleh
besarnya biaya produksi, karena perusahaan masih dalam tahap pembangunan
berbagai infrastruktur untuk efisiensi kinerja. Pada tahun 2013 harga
batubara masih turun, namun kenaikan produksi yang signifikan menjadi
6.5 juta ton (dibanding 5.6 juta ton di tahun 2012), plus selesainya
pembangunan beberapa infrastruktur seperti hauling road, second underpass, dan
bengkel alat-alat berat di lokasi tambang, menyebabkan kinerja
perusahaan menjadi lebih efisien dan alhasil laba TOBA kembali naik
menjadi US$ 18.5 juta.
Dan
pada tahun 2014 ini, harga batubara mulai naik menjadi sekitar US$ 85
per ton, dari sebelumnya US$ 67 – 70 per ton di tahun 2013. Karena
disisi lain volume produksi batubara milik TOBA masih naik terus
(targetnya 7.5 juta ton untuk tahun 2014), maka jadilah laba perusahaan
kembali melonjak, meski belum mampu untuk menembus rekor laba bersih di
tahun 2011 (jika disetahunkan, laba TOBA di 2014 adalah sekitar US$ 31
juta). Namun yang menarik adalah, pada saat ini TOBA tengah mengerjakan
satu lagi proyek infrastruktur yakni coal processing plant, yang
sekali lagi diharapkan akan menekan biaya produksi perusahaan. Proyek
ini akan selesai dan mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2014.
Jika dibahas secara poin per poin, berikut ini adalah analisis mengapa TOBA ini menarik untuk dikoleksi:
However, poin-poin yang kurang positif terkait TOBA ini juga ada beberapa, diantaranya:
Jadi
kesimpulannya? Well, kecuali anda bisa berkomitmen untuk memegangnya
dalam jangka panjang untuk meraup keuntungan dari dividen, maka TOBA ini
mungkin hanya bisa dijadikan pilihan alternatif di sektor tambang
batubara. Tapi dengan peningkatan kinerja perusahaan yang tampak cukup
menonjol, maka kita pada saat ini sudah boleh berharap bahwa mungkin
perusahaan-perusahaan batubara lainnya juga bisa kembali mencatatkan
peningkatan kinerja, setelah dua tahun sebelumnya terus turun gara-gara
penurunan harga batubara. Ada beberapa perusahaan batubara yang memiliki
kinerja fundamental yang sangat baik di masa lalu, seperti United
Tractors (UNTR), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), Harum Energy
(HRUM), Indo Tambangraya Megah (ITMG), hingga Resource Alam Indonesia
(KKGI). Jika memang sektor batubara pulih, maka kelima perusahaan
tersebut seharusnya juga tidak akan menemui kesulitan untuk mencatatkan
kenaikan laba kembali.
So, bagi anda yang mungkin masih nyangkut di saham-saham batubara sejak tahun 2011 lalu, maka bisa jadi penantian panjang anda pada akhirnya membuahkan hasil juga, jadi untuk sekarang jangan lagi berpikir untuk cut loss. Sementara bagi anda para bargain hunter, jika anda tidak tertarik dengan TOBA ini maka bisa pertimbangkan saham-saham batubara yang lain, tunggu saja sampai mereka merilis laporan keuangannya masing-masing.
PT. Toba Bara Sejahtra, Tbk
Rating Kinerja pada Q1 2014: AA
Rating saham pada 800: A
Buku kumpulan analisis saham edisi Kuartal I 2014 akan terbit pada hari Senin, tanggal 12 Mei 2014 mendatang. Anda bisa memperolehnya disini.
|